A. PENGERTIAN
AKHLAK
Akhlak berasal dari kata “akhlaq”
yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai,
budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau
Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang
Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam
Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak
baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya,
ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup
bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa
bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara
benar dan sebagainya.
Masyarakat dan bangsa yang
memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan
yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair
Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila
akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".
Akhlak yang mulia yaitu akhlak
yang diridai oleh Allah SWT, akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan
mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan
meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah,
mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar,
seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat
yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar
dan beriman kepada Allah”
Akhlak yang buruk itu berasal
dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq
(munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati
yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan
baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan
lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk
masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada
bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat
41 yang berbunyi:
Artinya
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Ruum: 41).
B. PENGERTIAN AKHLAK MAHMUDAH (TERPUJI)
Akhlak mahmudah (terpuji) adalah
perbuatan yang dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya). Contohnya : disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur,
rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat
dan patuh, sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana,
teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal, ber-tauhiid, ikhlaas,
khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur, tawaadu', husnuzh-zhan, tasaamuh dan
ta’aawun, berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias,
perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan
kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang
tasawuf.
1. Contoh-Contoh Akhlak Mahmudah
Dalam pembahasan ini kami akan menjabarkan akhlak
mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah.
a. Ikhlas
Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut
al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari
pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas
dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada
Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu
kepada Allah,” lalu Allah berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku
yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan
hamba-hamba-Ku.”
Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan
dan kejayaan. Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai
kebaikan lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan
mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
b. Amanah
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan
wadi’ah (titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang
dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ
تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk
mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi
diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58).
Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman:
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ
مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka semua enggan memikulnya karena
mereka khawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah amanah itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh…” (QS. 33:72).
c. Adil.
Adil berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada
tempatnya. Adil juga tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat
sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada beberapa peringkat, yaitu adil
terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw
bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika
bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah,
dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan
yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan
dirinya sendiri.” (HR. Abu Syeikh).
d. Bersyukur
Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah
mengakui adanya kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian
nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan
nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur
adalah kufur. Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau
menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
e. Rasa malu
”Berbuatlah
sekehendakmu, tapi ingatlah bahwa segala perbuatan itu akan dimintakan
pertanggungjawaban”
Rasa malu merupakan rem
atau pengekang dari segala bentuk kemaksiatan. Sepanjang rasa malu ini ada
terpelihara pada jiwa seseorang maka dirinya akan terjaga dari segala godaan
syetan yang mengajak kepada perbuatan dosa. Dengan memiliki rasa malu, orang
akan terjaga akhlaknya. Oleh karena itu semua agama samawi mengajarkan kepada
umatnya untuk berakhlak mulia yang salah satunya adalah memlihara rasa malu.
Sabda Rosulullah s.a.w,
"Sesungguhnya setiap agama mampunyai akhlak, dan akhlak Islam adalah
rasa malu," (Riwayat Imam Malik)
Allah berfirman :
إِنَّ
الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا أَفَمَنْ يُلْقَى
فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اعْمَلُوا مَا
شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“ Sesungguhnya
orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari
Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik
ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat?
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”. (Fushshilat Ayat : 40)
Kalau tidak merasa
malu, manusia dipersilakan oleh Allah untuk berbuat apa saja, tapi harus ingat
bahwa segala perbuatan itu tidak ada yang terlepas dari pengawasan Allah SWT dan
kelak akan dimintakan pertanggungjawaban.
Dengan kurangnya rasa
malu, orang akan berbuat apa saja tanpa mempertimbangkan halal dan haram.
Hilangnya rasa malu akan mengakibatkan rusaknya akhlak dan rusaknya akhlak
mengakibaatkan rusaknya iman. Itulah sebabnya dikatakan oleh Rosululla s.a.w,
"Malu itu bagian dari iman."
Orang yang tidak
memiliki rasa malu, sering disebut dengan ungkapan tebal kulit muka.
Karena kalau orang merasa malu, biasanya akan memerah mukanya. Orang yang tidak
pernah memerah mukanya adalah orang yang kurang rasa malunya karena itu disebut
tebal kulit muka. Tentu ini hanya peribahasa saja, bukan berarti bahwa kulit
mukanya setebal kulit badak.
Rosulullah bersabda: "Malu
itu bagian dari keimanan, dan keimanan itu dapat memasukkan seseeorang ke
surga, sedangkan sifaat yang keji adalah sifat kasar, dan sifaat kasar itu
menyebabkan masuk neraka (Riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi).
Timbulnya berbagai
penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita, tentu disebabkan karena orang
tidak atau kurang memiliki rasa malu. Tidak malu dijatuhi hukuman oleh negara,
bahkan penjara hanya dianggap sebagai tempat istirahat dan rekreasi. Keluar
dari penjara, tidak malu berbuat pelanggaran lagi karena sudah siap masuk
penjara berulang kali.
Kalau masih memiliki
rasa malu, berarti orang akan terhindar dari segala tindakan kejahatan,
keserakahan, korupsi, mengambil yang bukan haknya dan lain-lain. Marilah kita
jaga diri kita dari segala bentuk kema'siatan yang akan membawa kepada
kehancuran pribadi dan kehancuran masyarakaat, bangsa dan nengara.
C. PENGERTIAN AKHLAK MAZMUMAH (TERCELA)
Akhlak Mazmumah (tercela) adalah
perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya). Contohnya :
hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat,
iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa,
marah, fasik, dan murtad, kufur, syirik, riya, nifaaq, anaaniah, putus asa,
ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam, giibah, fitnah, dan namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti
mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf,
tabdzir.
Dalam konteks pembahasan Akhlak
itu, maka akhlak dapat di bagi kepada 3
(tiga) bagian yaitu :
1.
Akhlak kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah adalah
perbuatan hambaNya terhadap Allah SWT.
2.
Akhlak kepada MakhlukNya
Akhlak kepada MakhlukNya adalah
perbuatan hambaNya terhadap makhluk Allah, seperti Malaikat, Jin, Manusia, dan
Hewan.
3.
Akhlak kepada Lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah
perbuatan hambaNya terhadap lingkungan (semesta alam), seperti :
tumbuh-tumbuhan, air (laut, sungai, danau), gunung, dan sebagainya.
Contoh
Sifat Mazmumah (Tercela) yaitu:
1. Riya’ dan Sum’ah
Diantara penyakit hati yang tidak hanya
menimpa orang umum tetapi juga kader dakwah adalah riya dan sum’ah.
Mulai dari definisi riya dan sum’ah, faktor penyebab, dampak buruk, fenomena
riya dan sum’ah, sampai kiat mengatasinya. Insya Allah.
Definisi Riya
secara Etimologi.
Kata riya
berasal dari kata ru’yah, yang artinya menampakkan. Dikatakan arar-rajulu,
berarti seseorang menampakkan amal shalih agar dilihat oleh manusia. Makna ini
sejalan dengan firman Allah SWT:
الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
“…Orang-orang
yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna.” (QS.
Al-Maa’uun : 6-7).
“… dengan rasa angkuh dan dengan maksud
riya kepada manusia.” (QS. Al-Anfal : 47)
Definisi Riya
secara Terminologi.
Pengertian riya
secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang menampakkan amal
shalihnya kepada manusia lain secara langsung agar dirinya mendapatkan
kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan
materi.
Pengertian
Sum’ah secara Etimologi
Kata sum’ah
berasal dari kata samma’a (memperdengarkan). Kalimat samma’an naasa
bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia
yang semula tidak mengetahuinya.
Definisi Sum’ah
secara Terminologi.
Pengertian
sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan
atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau
tersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau
penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Dalam Fathul
Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam
yang membedakan antara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang
beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang
menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada
manusia. Sehingga, menurutnya semua riya itu tercela, sedangkan sum’ah adalah
amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya,
dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
Dalam Al-Qur’an
Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW
juga memperingatkan dalam haditsnya:
Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari).
Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari).
Diperlakukan
dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya di akhirat.
Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak
diberi pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan tentang kekhawatirannya atas umat ini terhadap riya yang akan menimpa mereka. Riya yang tidak lain merupakan syirik kecil.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan tentang kekhawatirannya atas umat ini terhadap riya yang akan menimpa mereka. Riya yang tidak lain merupakan syirik kecil.
“Sesungguhnya
yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat
bertanya, “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu, wahai Rasulullah?”
Rasulullah menjawab, “Riya.” “Allah akan berfirman pada hari kiamat nanti
ketika Ia memberi ganjaran amal perbuatan hamba-Nya, ‘Pergilah kalian kepada
orang yang kalian berlaku riya terhadapnya.’ Lihat Apakah kalian memperoleh
balasan dari mereka?” Kemudian Rasulullah mendengar seseorang membaca dan
melantunkan dzikir dengan suara yang keras. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya
dia amat taat kepada Allah.” Orang tersebut ternyata Miqdad bin Aswad. (HR. Ahmad)
Demikianlah
riya dan sum’ah akan membawa petaka di akhirat. Namun, tidak semua yang
diperdengarkan berarti sum’ah. Dalam hal ini suara dzikir Miqdad bin Aswad
tidak dikategorikan demikian. Karena riya dan sum’ah adalah penyakit hati, maka
perbuatan fisik yang sama bukan berarti berangkat dari hati/niat yang sama
2. Takabur dan Tahasud
وعن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه عن النبي صلىالله عليه وسلم قال :
لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ من كان فىقَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ {رواه
مسلم}
“Dari Abdillah ibn
Mas’ud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda : tidak akan masuk surga orang yang
di dalam hatinya terdapat sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom”. (HR.
Muslim)
Takabur artinya :
sombong, congkak atau merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain, baik
kedudukan, keturunan, kebagusan, petunjuk, dan lain-lain.
Takabur itu terbagi
atas 2 macam yaitu :
Takabur batin : yang
merupakan pekerti di dalam hati
Takabur lahir : yang
merupakan kelakuan-kelakuan yang keluar dari anggota badan, kelakuan-kelakuan
ini amat banyak sekali bentuknya dan oleh karena itu sukar untuk dihitung dan
diperinci satu persatu.
Jelasnya ialah orang
yang menghinakan saudaranya sesama muslim melihatnya dengan mata ejekan,
menganggap bahwa dirinya lebih baik dari yang lain, suka menolak kebenaran,
sedangkan ia telah mengetahui bahwa itulah yang sesungguhnya benar, maka
jelaslah bahwa orang tersebut dihinggapi penyakit kesombongan dan mengabaikan
hak-hak Allah, tidak mentaati apa yang diperintahkan olehnya serta melawan benar-benar
pada zat yang maha kuasa.
Takabur itu hukumnya
haram, kecuali pada 2 tempat :
1. Sombong terhadap
orang yang sombong
2. Sombong diwaktu
peperangan terhadap orang-orang kafir.
3. Hasad
Pengertian
Hasad
Hasad artinya menaruh perasaan benci, tidak senang yang amat sangat terhadap
keberuntungan atau kenikmatan yang di peroleh.
Hasad
merupakan akhlak yang tercela, harus dihindari dalam kehidupan sehari- hari.
Wujudnya seperti memusuhi, menjelek- jelekan, mencemkan nama baik orang lain,
dan lain- lain. Sabda Rasullah “Telah masuk kedalam tubuhmu penyakit –
penyakit umat dahulu, ( yaitu ) benci dan dengki. Itulah yng membinasakan
agama, buakan sengki mencukur rambut.” ( Hr. Abu Daud Tirmidzi ).
Hadits
diatas menjelaskan apabila manusia apabila manusia saling mendengki, maka
ajaran agama dan segala tatanan hukum tidak akan mengaturnya. Sehingga
Rasulullah SAW mengibaratkan sifat dengki bagaikan api yang membakar kayu
bakar.
2.
Bahaya Sifat Hasad
Rasulullah SAW menggambarkan buruknya sifat hasad seprti api yang membakar kayu
bakar, sebagia perusak dan penghancur Sendi-sendi agama, artinya orang bersikap
dan berbuat dengki pada dasarnya sama dengan penghancur agama. Hasad harus
dihindari karena merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Adapun bahaya hasad
antara lain:
- Menimbulkan permusuhan dan pertikain
- Menimbulkan perasaan dendam
- Menghilangkan persahabatan
- Tidak disenangi oleh orang banyak
- Menghilangkan semua aml baik yang telah dilakukan
- Dibenci Allah SWT ( mendapat dosa )
1. Cara menghindari sifat hasad (
dengki )
Cara menghindari sifat hasad,antara lain
a.
Meningkatkan iman dan taqwa kerada
Allah SWT.
b. Mendekatkan diri kepada Allah
SWT,dengan harapan hati dan pikiran menjadi tenang.
c.
Menyadari bahwa hasad dapat menghupus
kebaikan.
d.
Mempererat tali persaudaraan guna
terjalin kerukunan dan kebersamaan
e.
Meningkatkan rasa syukur kepada
Allah SWT
f.
Menumbuhkan sifat qan’ah ( merasa
cukup terhadap apa yang dimiliki )
4. Ghadab
1. Pengertian
Ghadab (pemarah) artinya
orang yang suka marah. Sedangkan marah artinya berontaknya jiwa dalam
menghadapi sesuatu yang tidak disenangi atau marah adalah luapan hawa nafsu,
baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan yang tidak terkendali.
Dalam pergaulan
hendaknya manusia jangan mudah marah. Apabila arah karena hal-hal yang sepele,
yang sebenarnya tidak perlu marah,tetapi menjadi marah besar (murka). Hal yang
demikian tidak sesuai dengan pribadi muslim yang sebenarnya. Sebab selain
menganjurkan agar kita menjadi pemaaf, suka maafkan kesalahan atau kehilafan
orang lain agar persaudaraan dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Disekolah ada seorang
guru yang sabar dalam menghadapin perilaku siswanya. Meskipun siswanya tidak
memeperdulikannya, namun ia tetap melaksanakan kewajibannya sebagai guru dengan
baik, bahkan ia tetap menyayangi siswanya. Pada suatu ketika ia mendadak marah,
anak-anak tidak ada yang berani berbicara dan mereka tidak mengerti apa
penyebabnya, sehingga mereka diam semuanya.
Sikap guru tersebut
sangat bertentangan dengan norma agama, padahal islam menganjurkan kepda
umatnya untuk bersabar bila mengadapi ujian atau cobaan. Permasalahan tidak
boleh dihadapi dengan marah. akan tetapi harus dihadapi dengan penuh kesabaran.
Sabda Rasulullah SAW.
“Janganlah kamu memutuskan suatu perkara antara yang bersengketa ketika engkau
dalam keadaaan marah.” (HR. Bukhari)
Al Ghazali juga
mengatakan bahwa orng tyang sabar ialah orang yang sanggup bertahan dalam
mengadapi gangguan dan rasa sakit, yang sanggup memikul beban yang tidak
disukainya, yang sanggup mengendalikan kemarahan.
Firman Allah SAW. “Hai
orang-orang yang beriman mintalah pertolongan dengan sabar dan sesungguhnya
Allah menyertai orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah: 153)
Allah SWT juga
menjanjikan kepada orang-orang yang sanggup menahan amarahnya dengan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi. “…..dan kepada surga yang luasnya seluas
langit dan bumi, yang disedikan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memanfaatkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Qs Ali Imran : 133 –134)
Jika terlajur marah,
maka sikap yang diajarkan Rasulllah SAW adalah “Sesungguhnya marah itu dari
syetan dan sesungguhnya setan itu dijadikan dari api dan pai akan mati dengan
(disiram) air, maka apabila marah seseorang di antara kamu, maka berwudhulah.”
(HR Abu Dawud)
Demikianlah, kita harus
mampu menahan amarah, karena amarah itu datangnya dari syetan yang akan
senantiasa menyesatkan kita, sehingga kita akan berbuat yang tidak seharusnya
kita lakukan. Orang yang kuat bukanlah orang yang kuat dan menang dalam
bergulat melainkan orang yang sanggup menahan marahnya.
2. Bahaya sifat pemarah
Adapun bahaya sifat
pemarah antara lain:
- Dibenci oleh Allah SWT, teman dan masyarakat
- Menimbulkan permusuhan
- Retaknya tali persaudaraan
3. Cara menghindari
sifat pemarah antara lain sebagai berikut:
a. Membaca ta’awuz
b. Seringlah membaca istigfar
c. Apabila marah segeralah mengambil air wudhu
d. Jika saat marah itu kita sedang
berdiri, segeralah duduk dan jika dalam keadaan duduk, segeralah berbaring.
5. Namimah
1. Pengertian Namimah
Namimah atau mengadu domba adalah usah atau perbuatan seseorang baik berupa
ucapan atau perbuatan yang bertujuan mengadu domba satu orang dengan orang
lain, satu golongan dengan golongan yang lain, dan lain sebagainya.Perbutan
namimah adalah perbuatan yang dibenci orang Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya.
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ-
مَهِينٍهَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
“dan janganlah engkau patuhi orang – orang yang suka bersumpah dan
suka menghina , suka mencela, yang kian
kemari menyebarkan fitnah.” ( QS. Al Qalam : 10- 11)
Orang yang terbiasa
dengan sifat naminah akan slau berbuat kerusakan dimana pun dan kapanpun,
apalagi sifat ini sudah terpatri kuat dalam hati. Orang – orang seperti akan
selsu menggunakn siasat buruknya untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, ia
akan selalu mencela orang lain dengan kesana kemari menyebar fitnah, mereka
adalah orang yang selalu bersama – sama berada ditengah – tengah dengan tujuan
untuk menghasut, membuat huru – hara, dan kerusakan .
2. Dampak negatif
namimah
Adapun beberapa akibat negatif yang ditimbulkan dari sifat namimah antara lain
sebagai berikut :
a. Dapat merusak hubungan baik antar sesama
manusia
b.Orang yang memiliki
sifat namimah akan dikucikan darii kehidupan masyarakat,dan diperlakukan buruk
lainnya.
c. Orang yang memiliki
sifat namimah akan mendapat siksa kubur.
Rasulullah saw
bersabda : “Sesungguhnya Rasulullah Saw melewati dua kuburan, lalu
Rasulullah bersabda penghuni kedua kuburan ini telah disiksa bukan karena
melakukan dosa besar. Yang satu tidak membersihkan kencing dan yang lain
berjalan untuk mengadu domba.”( H.R. Asy- Syakhani )
d. Mendapat siksa dari kubur
Rasulullah SAW
bersabda: “ Dan Abu Darda berkata : “Rasulullah bersabda : setiap orang yang
menyebarkan pada seseorang dengan kalimat untuk melakukan di dunia, maka
baginya atas Allah siksa yang menghancurkan di neraka pada hari kiamat.”
( HR. At. Tabaini )
3. Cara menghindari
perbuatan namimah
a. Menyadari bahwa perbuatan
tersebut dibenci oleh Allah SWT, dan orang melakukannya akan mendapat siksa
yang pedih, baik dilam kubur maupun di akhirat.
b. Menyadari bahwa sesama muslim adalah saudara yang harus saling menolong,
bukan saling bermusuhan.
c. Memahami bahwa perpecahan akan berakibat sangat merugikan bagai semua
elemen masyarakat.
d. Menumbuhkan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
D. AKHLAK MAHMUDAH MELAHIRKAN
INSAN YANG BERTAKWA
Sifat Mahmudah atau juga dikenali
dengan akhlak terpuji ialah sifat yang lahir didalam diri seseorang yang
menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang keji dan hina (sifat
mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti racun-racun yang boleh
membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini berlawanan dengan sifat
mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh manusia melakukan kebaikan. Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi
pengukur bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik atau buruk adalah
berdasarkan kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh seseorang.
Dalam mengamalkan sifat-sifat
mahmudah atau etika hidup yang murni, ia merangkumi banyak aspek antaranya :
1. Akhlak
Terhadap Diri Sendiri, seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa daripada
akhlak yang buruk dan keji serta tidak melakukan perkara-perkara maksiat.
2. Akhlak
Terhadap Keluarga, seperti pergaulan dan komunikasi yang baik antara suami
isteri, berbuat baik kepada kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan
mengasihi orang-orang muda daripada kita.
3. Akhlak
Terhadap Masyarakat, seperti sentiasa menjaga amanah, menepati janji, berlaku
adil, menjadi saksi yang benar dan sebagainya.
Akhlak dapat dibentuk dengan baik
sekiranya kita benar-benar mengikuti lunas-lunas yang telah disyariatkan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Antara jalan terbaik untuk membentuk akhlak yang mulia
ialah :
1. Mempunyai
Ilmu Pengetahuan. setiap mukmin perlu mempelajari apakah yang dimaksudkan
dengan akhlak terpuji (akhlak mahmudah) dan tahu membezakan dengan akhlak yang
keji ( akhlak mazmumah ).
2. Menyedari
Kepentingan Akhlak Yang Diamalkan. Ini kerana akhlak merupakan cermin diri bagi
seseorang muslim dan membawa imej Islam, malahan daya tarikan Islam juga
bergantung kepada akhlak yang mulia.
3. Mempunyai
Keazaman Yang Tinggi, melalui keazaman yang tinggi dan kuat sahajalah jiwa
seseorang dapat dibentuk untuk benar-benar menghayati sifat yang mulia.
KESIMPULAN
Bermula dari zaman Nabi Adam a.s, manusia sudah
ditakdirkan untuk menjalani peringkat hidup duniawi di atas muka bumi ini.
Sedari detik itu sehingga kini, manusia terus menjalani hidup dengan berbagai
cara dan peristiwa yang membentuk sejarah dan tamaddun manusia. Sifat dan
keperibadian manusia penuh pertentangan dan beraneka ragam. Manusia bukan
makhluk sosial semata-mata malah bukan jua diciptakan untuk mementingkan diri
sendiri semata-mata.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diutuskan kepada
manusia untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis
Rasulullah SAW. Dengan akhlak Rasulullah memenuhi kewajiban dan menunaikan
amanah, menyeru manusia kepada tauhid dan dengan akhlak jualah baginda
menghadapi musuh di medan perang.